post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}

Sabtu, 07 Juni 2014

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI KOTA SINGKAWANG, KALIMANTAN BARAT

Singkawang = Sing Kwang = Tanah Baru (?)
Di Tiongkok di Zaman Dinasti Ming (1368 – 1645) Agama Islam (Mazhab Hanafi) berkembang di seluruh Tiongkok. Mayoritas penduduk di daerah Singkiang, Yunnan, Shensi, dan Hopei, memeluk Islam. Di dalam periode 1405 – 1425, angkatan laut Tiongkok Dinasti Ming dibawah komando Laksamana Cheng Ho atas perintah Kaisar Tai Tsu berkali-kali mengadakan misi perdamaian ke Asia Tenggara. Ikut serta dalam pelayaran tersebut adalah dua orang penulis kerajaan yang pandai bahasa Arab yakni Haji Mah Wang dan Haji Feh Tsing.
Pulau Jawa saat itu masih beragama Hindu, maka Dinasti Ming lebih dulu mengadakan hubungan diplomatik dengan kesultanan-kesultanan (Islam) yang ada di Pulau Andalas, terutama dengan Kesultanan Aru/Barumun (1299 – 1512). Di dalam melaksanakan lawatan, Haji Sam Po Bo alias Laksamana Cheng Ho banyak mendirikan pangkalan angkatan laut, pusat perdagangan, masjid-masjid dan perguruan Islam yang tersebar di pantai-pantai Asia Tenggara. Antara lain di Semarang/Jawa, Cirebon/Jawa, Ancol/Kalapa, Kukang/Palembang, Bagansiapi-api/Andalas, Pahang/Malaya, Campa/Kamboja, Matan/Filipina, Manila/Filipina, Kutai/Kalimantan, Sambas/Kalimantan, Petani/Siam, Lasem/Jawa, Tuban/Jawa, dan masih banyak lagi.
Pada 1411 Laksamana Haji Sam Po Bo mendirikan menara lampu (mercusuar) di atas Bukit Giri. Di waktu itu arus air laut di Selat Madura begitu deras, sehingga kapal-kapal dari Utara yang memasuki Selat Madura dengan tujuan pelabuhan Ujung Galuh, sering terdampar di suatu tempat yang waktu itu masih kosong penduduknya. Pada suatu tempat dimana banyak kapal terdampar itu juga dibangun suatu komunitas Muslim (Mazhab Hanafi) yang diberi nama Tse Tsun, yang lambat laun berubah menjadi  Gresik. Di Tse Tsun diizinkan pula pemukiman pedagang-pedagang orang-orang Koja, yakni orang-orang Islam yang berasal dari Persia, India, Samarqand (Asia Tengah). Di saat itulah Maulana Malik Ibarahim datang dan menetap di Gresik, di mana dia wafat pada tahun 1419.
Pada 1416, Laksamana Haji Sam Po Bo mendirikan penggergajian kayu meranti dan galangan kapal di muara Sungai Batanggadis di Tanah Batak. Di situ dibentuk komunitas muslim Tionghua yang tenpat tersebut diberi nama ‘Sing Kwang’ (=Tanah Baru) yang kemudian menjadi Singkuang. Apakah Singkawang – Kalimantan Barat yang dulu merupakan bagian dari kekuasan Kesultanan Sambas juga bentukan dari Laksaman Haji Sam Po Bo, dan awalnya merupakan komunitas Muslim Mazhab Hanafi? Menjadi kajian yang sangat menarik bagi peminat dan ahli sejarah.
Sungguhpun Laksamana Cheng Ho getol membangun komunitas Muslim Tionghoa di pantai-pantai Asia Tenggara,  namun pada kenyataannya perkembangan Agama Islam di wilayah tersebut surut. Bahkan, orang-orang Tionghoa Islam lenyap. Mengapa? Di dalam penyebaran Islam, dan di dalam mengerjakan Fardu Ain serta Fardu Kifayah orang-orang Islam Mazhab Hanafi menggunakan Bahasa Tionghoa. Hal demikian memang dibenarkan di dalam Mazhab Hanafi. Orang-orang Turki (Mazhab Hanafi) juga menggunakan Bahasa Turki untuk hal-hal tersebut.

Sehingga sejak 1450-an, ketika Dinasti Ming di Tiongkok mengalami masa surut, dan armada angkatan lautnya  tidak datang lagi ke Asia Tenggara, maka putuslah hubungan antara Muslim Hanafi di Asia Tenggara dengan ‘Pusat Islam di Tiongkok’. Karakter dan tradisi orang Tionghoa semakin menonjol kembali ke asal,  sementara pelaksanaan syariat Islam kian luntur. Bahkan di kalangan mereka, Laksaman Haji Sam Po Bo berubah menjadi Dewa Sam Po Kong. Masjid-masjid Tionghoa Mazhab Hanafi banyak yang berubah menjadi Klenteng Sam Po Kong seperti di Semarang, Ancol, Pahang dan daerah lain. Wallahu A’lamu Bishshowaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar