Singkawang = Sing Kwang
= Tanah Baru (?)
Di Tiongkok di Zaman Dinasti Ming
(1368 – 1645) Agama Islam (Mazhab Hanafi) berkembang di seluruh Tiongkok.
Mayoritas penduduk di daerah Singkiang, Yunnan, Shensi, dan Hopei, memeluk
Islam. Di dalam periode 1405 – 1425, angkatan laut Tiongkok Dinasti Ming
dibawah komando Laksamana Cheng Ho atas perintah Kaisar Tai Tsu berkali-kali
mengadakan misi perdamaian ke Asia Tenggara. Ikut serta dalam pelayaran
tersebut adalah dua orang penulis kerajaan yang pandai bahasa Arab yakni Haji
Mah Wang dan Haji Feh Tsing.
Pulau Jawa saat itu masih
beragama Hindu, maka Dinasti Ming lebih dulu mengadakan hubungan diplomatik
dengan kesultanan-kesultanan (Islam) yang ada di Pulau Andalas, terutama dengan
Kesultanan Aru/Barumun (1299 – 1512). Di dalam melaksanakan lawatan, Haji Sam
Po Bo alias Laksamana Cheng Ho banyak mendirikan pangkalan angkatan laut, pusat
perdagangan, masjid-masjid dan perguruan Islam yang tersebar di pantai-pantai
Asia Tenggara. Antara lain di Semarang/Jawa, Cirebon/Jawa, Ancol/Kalapa,
Kukang/Palembang, Bagansiapi-api/Andalas, Pahang/Malaya, Campa/Kamboja,
Matan/Filipina, Manila/Filipina, Kutai/Kalimantan, Sambas/Kalimantan,
Petani/Siam, Lasem/Jawa, Tuban/Jawa, dan masih banyak lagi.
Pada 1411 Laksamana Haji Sam Po Bo
mendirikan menara lampu (mercusuar) di atas Bukit Giri. Di waktu itu arus air
laut di Selat Madura begitu deras, sehingga kapal-kapal dari Utara yang
memasuki Selat Madura dengan tujuan pelabuhan Ujung Galuh, sering terdampar di
suatu tempat yang waktu itu masih kosong penduduknya. Pada suatu tempat dimana
banyak kapal terdampar itu juga dibangun suatu komunitas Muslim (Mazhab Hanafi)
yang diberi nama Tse Tsun, yang lambat laun berubah menjadi Gresik. Di Tse Tsun diizinkan pula pemukiman
pedagang-pedagang orang-orang Koja, yakni orang-orang Islam yang berasal dari
Persia, India, Samarqand (Asia Tengah). Di saat itulah Maulana Malik Ibarahim
datang dan menetap di Gresik, di mana dia wafat pada tahun 1419.
Pada 1416, Laksamana Haji Sam Po
Bo mendirikan penggergajian kayu meranti dan galangan kapal di muara Sungai
Batanggadis di Tanah Batak. Di situ dibentuk komunitas muslim Tionghua yang
tenpat tersebut diberi nama ‘Sing Kwang’ (=Tanah Baru) yang kemudian menjadi
Singkuang. Apakah Singkawang – Kalimantan Barat yang dulu merupakan bagian dari
kekuasan Kesultanan Sambas juga bentukan dari Laksaman Haji Sam Po Bo, dan
awalnya merupakan komunitas Muslim Mazhab Hanafi? Menjadi kajian yang sangat
menarik bagi peminat dan ahli sejarah.
Sungguhpun Laksamana Cheng Ho
getol membangun komunitas Muslim Tionghoa di pantai-pantai Asia Tenggara, namun pada kenyataannya perkembangan Agama
Islam di wilayah tersebut surut. Bahkan, orang-orang Tionghoa Islam lenyap.
Mengapa? Di dalam penyebaran Islam, dan di dalam mengerjakan Fardu Ain serta
Fardu Kifayah orang-orang Islam Mazhab Hanafi menggunakan Bahasa Tionghoa. Hal
demikian memang dibenarkan di dalam Mazhab Hanafi. Orang-orang Turki (Mazhab
Hanafi) juga menggunakan Bahasa Turki untuk hal-hal tersebut.
Sehingga sejak 1450-an, ketika
Dinasti Ming di Tiongkok mengalami masa surut, dan armada angkatan lautnya tidak datang lagi ke Asia Tenggara, maka
putuslah hubungan antara Muslim Hanafi di Asia Tenggara dengan ‘Pusat Islam di
Tiongkok’. Karakter dan tradisi orang Tionghoa semakin menonjol kembali ke
asal, sementara pelaksanaan syariat
Islam kian luntur. Bahkan di kalangan mereka, Laksaman Haji Sam Po Bo berubah
menjadi Dewa Sam Po Kong. Masjid-masjid Tionghoa Mazhab Hanafi banyak yang
berubah menjadi Klenteng Sam Po Kong seperti di Semarang, Ancol, Pahang dan
daerah lain. Wallahu A’lamu Bishshowaab.
